Bangsa Han dan Umat
Ru Jiao merayakan hari-hari besar keagamaan yang memiliki berbagai nilai
spiritual maupun berbagai tradisi budaya luhur yang telah berusia 5000
tahun, misalnya Tahun Baru Imlek, Cheng Beng (Qing Ming), Twan yang /
bacang, Perayaan Kue Bulan. Di antara itu semua perayaan, Tahun Baru
Imlek yang paling meriah. Berbagai aneka pernak-pernik unik yang
memiliki makna di antaranya adalah
Angpau
Kalau
diterjemahkan, angpau berarti amplop merah. Warna merah adalah warna yang
dipercaya dapat menangkal pengaruh jahat. Oleh karena itu hadiah uang tahun
baru pun dimasukkan ke dalam angpau (dialek Hokkian) atau Hongbao (bhs.Han). di
atas angpau biasanya dituliskan aksara-aksara keberuntungan. Angpau diberikan
mereka yang lebih tua kepada saudara yang belum menikah atau kepada yang
dituakan, seperti kakek dan nenek. Bagi yang memberikan, angpau merupakan
simbol berbagi rejeki. Bagi yang menerima, angpau dilambangkan sebagai pembawa
kebahagiaan untuk satu tahun ke depan.
Pohon
Mei Hua
Mei artinya
cantik dan hwa artinya bunga, jadi mei hwa bunga yang cantik. Karena
kecantikannya, bunga asli dari Tiongkok ini dijadikan sebagai bunga nasional
Tiongkok. Ciri khas lain pada perayaan
Imlek adalah bunga mei hua. Warnanya cantik, yaitu merah muda dengan sedikit
keputih-putihan. Biasanya keluarga menghias pohon mei hua dengan angpau,
lampion kecil, dan aksesoris berwarna emas. Pohon mei hua melambangkan keuletan,
kebahagiaan dan kesejahteraan. Oleh karena itu, orang percaya ketika bunga mei
hwa mekar, harapan, kehidupan dan keberuntungan baru akan muncul.
Legenda Mei Hwa
dimulai dari kisah, kakak beradik Da Jui (mulut besar) dan Da Shou (tangan
besar) memiliki sifat bertolak belakang. Da Jui berusaha untuk menguasai harta
sang adik dengan cara mengusirnya.
Da Jui yang
pemalas dan serakah memberikan sang adik bagian yang sedikit dengan 3 rumah
sederhana, 10 hektar sawah tandus, seekor anjing dan kambing. Karena malas,
harta Da Jui menipis hingga menjual keledai dan kudanya untuk membeli makanan.
Berbeda dengan
Da Shou yang terus bekerja keras dengan dibantu anjing dan kambingnya
mengerjakan sawah dengan tekun. Hasilnya Da Shou memiliki hasil yang berlimpah
dan cukup cadangan makanan untuk melewati musim dingin.
Akibatnya Da Jui
iri dan berniat untuk membunuh anjing dan kambing adiknya dengan cara
menaburkan racun ke dalam makanannya. Mendapati kambing dan anjingnya mati, Da
Shou kemudian berduka dan menguburkan kedua hewan itu di halaman belakang rumah
mereka.
Saat memasuki
musim semi tahun kedua, di atas makam tersebut tumbuh dua batang pohon kecil.
Salah satu pohon tersebut menghasilkan emas, sedangkan yang lain menghasilkan
perak. Sejak saat itu Da Shou menjadi makmur. Dari legenda itu masyarakat
Tionghoa berupaya meneladaninya dengan memajang pohon mei hwa setiap perayaan
Tahun Baru Imlek.
Kue
Keranjang
Kue berwarna
cokelat bulat ini dibuat dari tepung ketan dan gula. Disebut kue keranjang
karena dibuat dalam cetakan berbentuk keranjang. Bentuk bulat dari kue ini
memiliki arti agar keluarga yang menikmati hidangan kue keranjang bisa hidup
bersama, penuh tekad dan rukun selalu dalam satu tahun mendatang.
Lampion
Lampion
merupakan simbol kebahagiaan dan pengharapan karena itu setiap penggantian
tahun mereka akan mengganti lampionnya dengan yang baru.
Tidak diketahui
dengan pasti kapan dan bagaimana lampion mulai digunakan. Sebuah sumber
menyebutkan penggunaan lampion telah ada sejak sekitar tahun 250 sebelum masehi
sebagai alternatif penerangan yang lebih baik. Sumber lain menyebutkan,
lampion digunakan untuk keperluan spiritual dan militer. Pahlawan perang Zhu
Geliang disebutkan menggunakan lampion terbang untuk memberi tahu datangnya
musuh .
Pada periode
Dinasti Tang (618-907 M), lampion telah menjadi bagian dari budaya Tiongkok dan
digunakan pada berbagai kesempatan.
Dewasa ini
festival lampion telah menjadi tradisi di sejumlah tempat dikenal sebagai
Festival Yuanxiao atau Shangyuan di Tiongkok, Festival Cap Go Meh di Indonesia,
Malaysia dan Singapura. Festival Yuen Siu di Hongkong serta Festival Tet Nguyen
Tieu di Vietnam. Festival ini dilangsungkan pada hari ke 15 bulan pertama
kalender Imlek atau hari terakhir perayaan Tahun Baru Imlek.
Tradisi memajang
lampion di rumah-rumah, tempat umum seperti jalan, lorong atau taman sebagai
simbol kebahagiaan.
Kehadiran
lampion yang terbuat dari kertas dimulai sejak Tiongkok menemukan teknik
pembuatan kertas oleh Cailun pada zaman Dinasti Han Timur.
Pada zaman Zhu
Yuan Zhang, kaisar pertama sekaligus pendiri Dinasti Ming, yang menaklukan
Nanjing pada tahun 1356 dan menjadikannya sebagai ibukota. Pada bulan pertama
tahun 1372, ia memerintahkan memasang lebih dari 10 ribu lampion di atas sungai
Qinghuai, sebagai penghormatan kepada prajurit dan warga yang tewas dalam
perang. Hal tersebut menjadi awal mulai tradisi pertunjukan lampion di sungai
buatan sepanjang 10 km tersebut.
Selain itu,
konon pada zaman kuno di Tiongkok, setiap tahun pada permulaan tahun ajaran
pada bulan 1 Imlek, sekolah-sekolah biasanya digantungi lampion-lampion yang
disumbang oleh orangtua murid dan secara simblik dinyalakan oleh kepala sekolah
atau guru. Hal ini mempunyai simbol agar murid-murid memiliki masa depan yang cerah
sepanjang hidupnya.
Barongsai
Barongsai sering
disalah artikan oleh orang awam. Kerap kali orang menganggap barongsai itu sama
dengan tarian naga, padahal sebenarnya sangat berbeda, dari jumlah orang yang
memainkannya saja sudah jelas. Di utara Tiongkok Barongsai biasanya ditarikan
oleh 2 orang sedangkan di selatan oleh 3 orang. Para penari biasanya adalah
para pelatih kungfu. Diiringi bunyi gendang dan tambur, seorang di antaranya
memegang bola sutera atau alat lain untuk memadu tarian singa barongsai.
Barongsai yang mirip singa itu melakukan bermacam atraksi, seperti
menggaruk-garuk badannya, telinganya, melompat-lompat serta berguling-guling.
Di selatan bahkan ada atraksi melompat tinggi. Sang barongsai dapat melompat
sampai 2 atau 3 lantai tingginya, sambil mencaplok angpau yang digantungkan
dari ujung sebatang galah.
Konon tarian
barongsai berawal dari zaman Sam Kok alias Tiga Kerajaan. Di zaman dinasti
Selatan Utara (Nan Bei), barongsai sudah popular. Kala itu pasukan dari Raja
Song Wen Di kewalahan berperang dengan pasukan gajah dari Raja Fan Yang dari
negeri Lin Yi. Seorang panglima perang Song bernama Zhong Que berkata: “Semua
hewan takut pada singa, kalau begitu mengapa tidak kita coba menggunakan singa
tiruan menghadapi mereka?” Lalu para prajurit diperintahkan meniru singa, lalu
di medan laga digali lubang jebakan yang cukup lebar dan dalam. Ketika
singa-singa tiruan itu berjalan menerkam pasukan gajah, para gajah yang
ketakutan lari tunggang-langgang, satu per satu jatuh ke dalam parit jebakan
yang telah dibuat. Hasilnya pasukan Song menang besar. Sejak itu tarian
barongsai melegenda di masyarakat.
Di Tiongkok,
tarian barongsai yang sangat terkenal bersal dari Kota Foshan, Propinsi
Gungzhou. Konon di masa awal dinasti Ming di Foshan terdapat makhluk aneh yang
sering melukai manusia maupun hewan ternak. Maka para petani membuat topeng
singa dari kerangka bamboo dan kain yang diwarnai. Ketika makhluk aneh itu
muncul, genderang dan tambur dibunyikan dan penari barongsai muncul membuat
makhluk aneh terkejut dan kabur. Selanjutnya setiap tahun baru Imlek masyarakat
pun memainkan barongsai untuk mengusir makhluk jahat atau siluman dan memohon
keselamatan dan kesejahteraan.
Petasan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
bagi anda yang ingin koment di persilakan
BEBASKAN PENDAPATMU
new reales
Info Op Group
Op Radio