Sabtu, 22 Oktober 2011

Jepret Saja, Fokusnya Urusan Belakangan

Biasanya kalau memotret dengan kamera, kita harus mengatur fokus dulu sebelum menjepret bukan? Nah sebuah perusahaan baru di Silicon Valley membalik konsep tersebut. Jadi fokus bisa diatur setelah foto diambil. Tak hanya itu. Kamera mungil buatan Lytro itu bisa membuat foto dilihat secara 3D berkat kehadiran sensor “lightfield.”

Secara fisik, kamera ini tidak mirip sebuah kamera. Ia lebih mirip sebuah teleskop. Cuma ada dua tombol di badannya: satu untuk menyala/matikan perangkat, dan satu lagi untuk memotret. Hanya setelah foto dijepretlah pengguna perlu memikirkan cara memfokus hasil bidikannya tadi.

Foto-fotonya dinamis dan interaktif. Jika mau dilihat di kamera, pengguna mengetuk di layar sentuh 1,46”-nya untuk memilih objek atau bidang yang akan menjadi fokus. Semua yang lebih dekat atau lebih jauh akan dikaburkan. Sebuah foto juga bisa diatur agar semua bidangnya punya fokus yang tajam. Hal yang sama juga dimungkinkan ketika gambar dilihat di layar komputer komputer dengan bantuan software Lytro, atau secara online dengan bantuan tool untuk berbagi-pakai gambar via Facebook, atau ditanamkan di sebuah Web page (file-nya bisa Flash atau HTML).

Foto yang bisa difokus ulang, begitu tutur Ren Ng yang mendirikan Lytro untuk mengomersialkan riset yang ia mulai di Stanford University, memungkinkan fotografi yang lebih menyenangkan dan kreatif. “Memfokus ulang gambar menjadi cara baru untuk menceritakan kisah,” katanya. “Ini menambahkan unsur drama ke momen yang sedang dilihat, seperti ketika kamu menemukan sebuah wajah yang tak fokus di latar belakang.”

Yang membuat kamera Lytro ini beda dengan kamera konsumer lainnya adalah sensor cahaya. Di kamera tradisional, piksel sensor datang dalam tiga versi yang merekam cahaya merah, biru dan hijau untuk membentuk gambar kaya-warna. Di sensor “lightfield” Lytro, piksel-pikselnya lebih mampu membedakan. Selain merah, biru, atau hijau, masing-masing piksel mendeteksi hanya cahaya yang datang dari sudut tertentu.

Berdasarkan sudut-sudut yang dilewati setiap pancaran cahaya yan berbeda, software kamera (yang sayangnya saat ini hanya berlaku di Mac) akan mensimulasikan foto yang akan dihasilkan kamera virtual secara tertentu. Ketika seseorang berinteraksi dengan foto Lytro, software akan menyesuaikan seting dari kamera virtual itu guna menghasilkan gambar baru yang telah difokus ulang.



Eh iya, sensor Lytro ini dibentuk dengan menyatukan lembar gelas di atas sensor kamera digital konvensional. Gelas itu punya pola lensa-lensa kecil, yang memastikan bahwa piksel-piksel tertentu dapat menerima cahaya hanya dari sudut-sudut tertentu. Informasi inilah yang dibutuhkan software Lytro untuk memfokus ulang foto.

Desain itu pula yang membuat kamera mampu merekam kedalaman sehingga bisa menghasilkan gambar 3D. Cuma sensor Lytro yang membatasi piksel dalam menerima cahaya dari sudut tertentu membuat resolusi image menjadi lebih rendah dibandingkan sensor “normal.” Gambar yang ditunjukkan oleh Lytro online maksimal beresolusi 800×800. Namun menurut Ren Ng, hal ini bukan masalah karena sensor kamera masa kini sudah beresolusi sangat tinggi.

Kepincut? Hmm, kamera Lytro dengan lensa zoom optik 8x, aperture maksimal f/2 dan memori 8GB (350 gambar) dibandrol US$ 399. Atau US$ 499 jika kamu menginginkan yang berkapasitas 16GB (750 gambar). Tapi kamera Lytro ini baru hadir depan loh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bagi anda yang ingin koment di persilakan
BEBASKAN PENDAPATMU
new reales
Info Op Group
Op Radio

Feed Burnered

share item

Share

Print

HAM

Protected by Copyscape Online Copyright Protection Software